Friday, April 10, 2009

Orang-orang Di Sekitar Salib Kristus

Nas Bacaan: Yohanes 19:23-30

Tatkala Kristus disalibkan di Bukit golgata, di sana ada banyak orang yang turut menyaksikan penyaliban itu. Mereka menjadi saksi atas penderitaan Kristus bagi umat manusia. Kehadiran mereka pun dapat berbicara kepada kita di zaman modern ini. Hal itu menjadi perenungan sendiri bagi saya secara pribadi di dalam merayakan Jumat Agung pada hari ini. Di sekitar salib Kristus itu ada beberapa kelompok orang yang hadir di sana. Daku merenungkan posisi mereka di sana sebagai satu gambaran dari keberadaan orang di dunia ini terhadap salib Kristus.

Kelompok pertama ialah para serdadu Romawi. Mereka ini adalah orang orang yang mewakili para penguasa dunia ini. Apa yang mereka kerjakan di kaki salib Tuhan? Nas kita pada hari ini menceriterakan bahwa mereka membagi bagi pakaian Tuhan Yesus. Pakaian Tuhan Yesus terdiri dari empat bagian, karena jumlah prajurit itu empat orang, maka mereka membagi empat. Masing masing mendapat satu bagian. Menarik untuk menyimak fakta bahwa Tuhan Yesus mati di kayu salib dalam rangka menggenapi seluruh firman yang disuarakan para nabi di Perjanjian Lama tentang keselamatan umat manusia. Daku mengingat angka empat adalah angka untuk manusia dalam pemahaman Alkitab. Sementara pakaian berbicara tentang kebenaran. Bukankah hal ini berbicara tentang kebenaran Tuhan Yesus Kristus yang dibagibagikan kepada seluruh umat manusia? Tatkala Kristus mati di kayu salib, kebenaran-Nya dibagibagikan kepada manusia.

Sementara jubahnya yang terdiri dari satu lembar kain, tidak mereka bagi empat melainkan mereka undi. Proses pengundian ini menggenapi apa yang disuarakan pemazmur dalam Mazmur 22:19. Di sekitar salib Kristus itu, orang melakonkan apa yang seharusnya mereka lakonkan dalam drama penyelamatan umat manusia. Kristus mati bagi seluruh umat manusia yang tidak dapat membawa sesuatu yang benar di dalam dirinya ke hadapan Allah. Kristus mati untuk mereka yang tidak punya kebenaran. Sebagai gantinya, kebenaran Kristus yang akan dikenakan dalam hidupnya. Para serdadu itu melakonkan apa yang akan diterima manusia di sepanjang zaman karena korban Kristus di kayu salib itu.

Saya jadi teringat akan sebuah nyanyian Negro Spiritual yang mengatakan: Where you there when they crucified my Lord? Lalu aku menjawab di dalam hati: “Yes I was there when they crucified our Lord”. Aku disalibkan bersama dengan Dia. Karena itulah maka saya menerima kebenaran-Nya. Turutkah saudara disalibkan bersama dengan Dia? Jika tidak, maka saudara tidak turut ambil bagian dalam membagi bagi kebenaran yang Yesus punya. Maka saudara hanya memiliki kebenaran yang tidak laku di hadapan Allah. Apa yang berharga di mata Allah ialah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan Tuhan Yesus Kristus.

Kelompok yang kedua menurut nas kita ialah: kelompok ibu ibu yang menjadi murid Tuhan Yesus bersama salah seorang dari 12 murid. Kepada Maria ibu Tuhan Yesus, Ia memberi pesan terakhir-Nya. Ia berkata: “Ibu, inilah anakmu”. Kepada murid itu Ia berkata: “Inilah ibumu”. Di sekitar salib itu, Tuhan Yesus memnciptakan sebuah ikatan keluarga yang baru. Ikatan keluarga yang tidak didasarkan pada ikatan darah. Juga tidak dalam ikatan pengalaman kemanusiaan. Ikatan keluarga ini di dasarkan atas pribadi Yesus yang telah disalibkan. Penerimaan sesama sebagai anggota keluarga didasarkan atas firman dari Dia yang telah disalibkan demi umat manusia. Selama ini umat manusia mengenal ikatan keluarga yang didasarkan pada ikatan darah dan ikatan pengalaman hidup. Sekarang muncul satu ikatan baru yang lebih teguh dan yang takkan pernah putus untuk selama-lamanya. Ikatan karena pribadi dari Dia yang telah mati di kayu salib demi umat manusia. Sebuah tanya muncul di dalam hati: ikatan keluarga yang mana yang saudara dan saya nikmati di dunia ini sekarang ini. Seharusnyalah ikatan keluarga Kristus yang menjadikan kita satu keluarga, sekalipun ada pertautan darah dan pengalaman yang sangat kental. Persaudaraan umat manusia tidak lagi didasarkan kepada kemanusiaan, tetapi keilahian Kristus. Kristus menjadi kepala dari keluarga Allah.

Kelompok yang ketiga ialah: orang banyak. Nas kita memang tidak membicarakan hal itu, namun dalam nas sebelumnya Yohanes melaporkan bahwa banyak orang yang membaca tulisan INRI yang ada di salib Kristus. Di antara orang banyak itu menurut Matius, para imam imam kepala dan ahli taurat turut mengolok olok Tuhan yang tersalib. Mereka ini adalah gambaran dari orang yang mengolok olok karya Tuhan hingga hari ini. Orang Yahudi itu mengatakan: “Jika Engkau benar Mesias turunlah dari salib itu, agar kami percaya”. Hingga hari ini ada saja orang yang mengolok olok karya Tuhan Yesus. Mereka tidak mau percaya akan kematian-Nya menjadi keselamatan jiwa umat manusia. Bahkan di kalangan orang yang menyebut dirinya kristen pun ada yang tidak mau percaya, hanya karena iman kita diselamatkan. Mereka tidak mau menerima kebenaran – pakaian yang dibagi bagikan – Tuhan Yesus dikenakan menjadi kebenaran diri mereka sendiri. Mereka masih terus berupaya agar mereka dapat mendirikan kebenaran mereka sendiri di hadapan Allah.

Kelompok yang keempat ialah: dua orang penjahat yang disalibkan bersama dengan Tuhan Yesus. Seperti sudah diutarakan di atas, kehadiran orang orang di sekitar salib itu dalam rangka menggenapi apa yang seharusnya menjadi bagian di dalam karya Tuhan Yesus. Kristus disalibkan bersama dengan penjahat. Ia dipersamakan dengan penjahat. Paulus mengatakan dalam surat II Korintus: “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” II Kor 5:21. Ia ada di antara orang berdosa agar Ia dapat menyelamatkan orang berdosa itu sendiri. Dari penyaliban di Golgata itu kita tahu, kedua orang yang disalibkan bersama dengan Tuhan Yesus itu, memiliki kesempatan yang sama untuk diselamatkan. Namun hanya satu di antara mereka yang diselamatkan. Ia mau percaya bahwa Yesus yang disalibkan itu adalah Raja Mesias yang dinantikan itu.

Fakta ini berbicara kepada kita. Kristus memang mati untuk semua umat manusia, tetapi hanya mereka yang mau menerima Dia saja yang sungguh sungguh selamat dari dosanya. Keselamatan itu menjadi milik setiap orang yang percaya bahwa Kristus mati untuk menyediakan keselamatan bagi mereka. Kepada salah satu dari mereka yang disalibkan bersama dengan Tuhan itu, Yesus berkata: “Pada hari ini juga engkau bersama Aku di Firdaus”. Sebuah janji yang diberikan Yesus bagi mereka yang percaya akan karya-Nya. Seharusnya semua orang yang hadir di sekitar salib itu berhak untuk menerima janji Tuhan sebagaimana dikatakan-Nya kepada salah satu dari antara penjahat itu. Namun, manusia itu tidak mau menerima pemberian secara cuma cuma.

Moment yang perlu kita renungkan lagi di sekitar salib itu, seturut nas kita ialah: saat saat terakhir Tuhan Yesus menderita di kayu salib itu. Di akhir hidup-Nya sebagai manusia, Yesus mengalami kehausan. Secara fisik memang ia akan mengalaminya. Namun hati ini merenungkan bahwa rasa haus itu adalah juga gambaran dari rasa haus umat manusia akan persekutuan dengan Allah. Dia yang memiliki sumber air hidup yang tidak pernah kering dan yang membuat orang tidak akan pernah haus, sekarang mengalami kehausan. Orang yang berdosa memang akan mengalami kehausan akan air kehidupan yang tidak akan pernah kering. Yesus mengatakan kepada perempuan Samaria itu: “Barang siapa minum dari air ini, ia akan haus lagi. Tetapi barang siapa minum dari air yang akan kuberikan, ia tidak akan pernah haus lagi”.

Kehausan kita akan persekutuan dengan Allah diteriakkan Yesus di kayu salib itu. Prajurit yang mengawal Dia memberikan anggur asam. Ada pun tujuan pemberian anggur asam ini ialah: dalam rangka pembiusan. Karena anggur asam itu kadar alkoholnya tinggi. Yesus meminumnya. Lalu ia mengatakan perkataan yang paling akhir: “sudah selesai”. Kata ini punya makna besar bagi kita. Tatkala Yesus mengatakan sudah selesai, itu berarti selesai sudah segala dosa umat manusia didamaikan di dalam diri-Nya. Selesai segala hutang dibayar lunas. Sekarang ada damai sejahtera antara umat manusia dengan Allah. Itulah yang disuarakan Paulus dalam suratnya kepada Jemaat Roma. Sudah selesai, itu berarti tidak ada lagi masalah kita dengan Allah.

Tatkala sudah selesai seluruh dosa dan pelanggaran kita dibayar Tuhan Yesus dengan darah-Nya yang kudus itu, maka sekarang kita dapat menikmati makan bersama dengan Tuhan dalam Perjamuan Kudus. Sebagaimana biasanya di kalangan Gereja Protestant, setiap kali kita merayakan Jumat Agung, maka Pejamuan Tuhan dilayankan oleh Gereja. Mereka yang menikmati makanan surgawi itu adalah mereka yang telah diselesaikan segala masalahnya dengan Tuhan Allah. Makan bersama dalam konteks pemahaman Alkitab ialah: menjadi bagian dari keluarga. Memiliki mutu kehidupan yang sama, antara orang orang yang duduk dalam satu meja.

Sekarang Tuhan menjadi tuan rumah. Kita anak anaknya berada di sekitar meja Tuhan untuk menerima hidup-Nya Tuhan Yesus yang dibagikan melalui roti dan anggur itu. Teman teman, jangan pernah melihat dengan kaca mata jasmani apa yang terjadi dalam perjamuan itu. Jangan pernah memahami bahwa dia yang memberi roti itu adalah pendeta kita. Mata hati saya melihat bahwa dia yang memberikan roti dan anggur itu adalah Tuhan Yesus sendiri. Memang secara kasat mata, yang terlihat adalah pendeta kita. Namun mata hati saya melihat bahwa yang berdiri dan memberikan roti itu Tuhan sendiri. Dia berkata: “ambillah dan makanlah! Inilah tubuh-Ku yang diserahkan menebus engkau. Itulah yang memelihara dan meneguhkan imanmu, supaya engkau menjadi pewaris kehidupan yang kekal! Amin. Demikian juga dengan anggur tersebut. Tuhan berkata: “Ambillah dan minumlah! Inilah darah-Ku yang ditumpahkan menjadi keampunan dosamu. Iulah yang memelihara dan meneguhkan imanmu, supaya engkau mewarisi hidup yang kekal!. Amin. Setelah kita menikmati roti dan anggur itu di hadapan Tuhan, maka kita pun disuruh pulang dengan berkat. Tuhan sendiri berkata di dalam pendeta kita: “Pulanglah dengan sejahtera!”

Saya memahami pemahaman sebagai berikut: jika Tuhan telah menjamu aku dalam perjamuan makan di dunia ini, pada hal jamuan makan yang diberikannya hanyalah sebagian kecil dari apa yang seharusnya Dia berikan. Bagaimana mungkin daku tidak diundang pada perjamuan pesta pernikahan Anak Domba Allah dengan pengantin-Nya? Di dunia ini kita hanya mencicipi kasih karunai Allah yang begitu besar. Fanny J Crosby mengungkapkannya dalam syair yang dia tulis dan digubah menjadi nyanyian yang terkenal: “Blessed Assuranse”. Dalam lagu itu ia berkata: “Oh what afore taste of glory devine.” Aku pikir Fanny menggubah syair itu didasarkan pada Surat Ibrani, Ibr 6: 5 “dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia karunia yang akan datang”. Imanku mengatakan bahwa semua orang yang telah mengecap karunia yang akan datang itu, sebagaimana didemonstrasikan dalam perjamuan Tuhan, mereka itu akan menikmati juga karunia itu dalam wujud yang sepenuhnya di surga kelak. Kita kan sudah menjadi anggota keluarga Allah. Kebenaran yang ada pada kita ialah kebenaran Kristus sendiri. Jadi tidak ada alasan di dalam diri kita yang menggagalkan keikutsertaan kita dalam pesta besar di surga itu. Bukankah kepada penjahat itu Yesus berkata: “Hari ini engkau beserta aku di Firdaus”.

Masalah ini sering menjadi batu sandungan bagi orang lain. Sebab mereka mengatakan: “Jika kita sudah pasti masuk surga, maka buat apa lagi berbuat baik? Berbuat dosa saja, toch akan masuk surga. Orang orang yang mengatakan perkataan seperti itu, adalah orang orang yang tidak pernah menikmati enaknya hidup di dalam Tuhan. Mereka hanya menikmati enaknya berbuat dosa. Saya mengajukan sebuah analogi terhadap mereka yang mengucapkan pernyataan ini. Jika saudara sakit dan ada obat mujarab yang menyembuhkan sakit itu. Maukah saudara mengatakan marilah kita sakit terus, sebab pasti sembuh dari penyakit tersebut. Orang yang mengatakan perkataan seperti itu pastilah orang yang tidak waras lagi. Jika saudara menikmati kesehatan yang prima, saudara pasti tidak akan mau jatuh sakit, sekalipun ada obat untuk penyakit tersebut.

Sama seperti halnya dengan dosa. Dosa ada obatnya, yakni darah Yesus Kristus. Jika kita jatuh ke dalam dosa, maka senantiasa ada obat untuk itu. Namun karena ada obat, maka marilah kita berbuat dosa. Orang ini adalah orang yang sakit dan tidak pernah sembuh dari penyakit dosa. Ia tidak pernah menikmati enaknya hidup di dalam kekudusan Allah. Ia tidak pernah menikmati betapa manisnya kasih karunia Allah. Dan mata hatinya belum mampu melihat betapa busuknya dosa itu.

Nikmatilah kasih karunia Allah, maka engkau akan membenci dosa. Selamat merayakan Jumat Agung.

By Hotman Siahaan

1 comment:

peter lau said...

sungguh bagus paduan suaranya, kiranya tetap setia melayani Tuhan, saya percaya Tuhan memberikan karunia yang berlimpah bagi saudara sekalian, syalom